Ngobrol bareng....

Berasal

Senin, 21 Juni 2010

Midnight Sun in Japan as Song of the Sun (タイヨウのうた, Taiyō no Uta)


Ketika kebanyakan orang memulai hidupnya saat matahari terbit koaru (Yui) lebih memilih membungkus tubuhnya dengan selimut dan mengurung diri di dalam kamar. Cahaya matahari bukan sahabat baiknya, penyakit XP menjadikan dia manusia malam. Dia keluar sehabis makan malam di dekat stasiun sambil memangggul gitarnya selayaknya anak-anak seusianya yang pergi kesekolah di pagi hari sambil memanggul tas.
Sesampainya di tempat tujuan Koaru menyalakan lilin, memetik senar gitar dan terciptalah nyanyian-nyanyian tentang dirinya dan matahari.

Xeroderma Pigmentosum adalah suatu jenis penyakit yang sangat sensitive terhadap matahari. Ketika kulit terkena sinar UV, kulit akan menjadi hitam dikarenakan kerusakan tatanan DNA. Dan bagi koaru itu berarti hanya mampu memandang dunia siang dibalik jendela kamarnya. Jendelanya menghadap tepat pada pemberhentian bus, dan di jam itu setiap harinya dia mengamati seorang lelaki seusinya. Cowok itu membawa papan surfing bersama dua temanya. Dan setiap kali dia mengamati selalu saja ada kelakuan cowok tersebut yang konyol, dan selalu berhasil membuat Koaru tersenyum.

Koaru mempunyai sahabat baik yang hobi bolos sekolah dan lebih memilih main ke rumah koaru namanya Misaki Matsumae. Ketika Misaki mengetahui Koaru senyam-senyum sambil menatap keluar jendela tahulah kalau Koaru naksir dengan cowok tersebut. Misaki berusaha mencari tahu cowok itu yang ternyata teman sekolahnya. Semua kegiatan cowok tersebut direkam Misaki dan tahulah kalau cowok itu bernama Koaji. Sambil membawa rekaman yang disimpan di Video recorder, Koaru mendatangi tempat-tempat yang dikunjungi Koaji, dia duduk ditempat sama dan meminum minuman yang sama seperti yang dilakukan Koaji.

Dan terciptalah sebuah lagu untuk koaji, eh dilalah koaji lewat di depan koaru dan tak sengaja mendengar dia nyanyi. Singkat kata mereka berteman dan membuat janji ketika liburan musim panas Koaru akan menyanyi di depan Koaji. Malam musim panas itu tempat yang biasa koaru gunakan nyanyi ada yang menempati jadi koaji punya ide untuk mengajak Koaru nyanyi di tempat lain. Di tempat baru itu karena tempatnya dekat pusat perbelanjaan, banyak sekali yang menonton. Koaru sangat memukai malam itu.

Selanjutnya mereka menghabiskan malam dipantai, koaru lupa waktu. Pas koaji bilang dia akan menunjukan bisa surfing saat matahari terbit. Koaru langsung sadar, dia meminta pulang, dia berlari berkejaran dengan matahari terbit. Dia tak mau ketika sampai terkena pancaran sang surya. Kakinya tak sampai menyentuh pintu, tangannya terpercik mentari pagi. Koaji heran kenapa Koaru tiba-tiba meminta pulang. Koaji benar-benar tak tahu kalau sinar mentari yang sangat dia sukai bisa melukai bahkan membuat mati Koaru.

Kalau sekali atau dua kali mengahabiskan pagi yang indah dengan menggulung badan di kasur mungkin nikmat sekali tapi entahlah kalau itu seumur hidupmu. Dan Yui sangat apik memerankan Koaru. Selain karena dia sebenarnya memang penyanyi dan ahli dalam main gitar, tubuhnya sangat mendukung. Kecil dan putih pucat. Ini film satu-satunya Yui. *eh bener kan??*. Jadi bagi penggemar Yui jangan sampai nggak nonton. Aduh ini film lama kali jadi kalian udah pada nonton toh?.
Ini film recommended dari adiku. Meski ceritanya mello tapi nggak mendayu-dayu. Aku meneteskan air mata ketika Koaru bilang ke ayahnya “Kalau memang penyakit ini ada obatnya dan saya akan baik-baik saja kenapa ayah bilangnya tidak pernah menatap mataku” mata ayahnya basah dan benar-benar tak bisa menatap mata anaknya. Dan ketika Koaru tak bisa memetik gitar lagi karena jari-jarinya kaku. Sehingga menghasilkan nada yang sama karena hanya mampu menekan satu kunci saja. Aku seneng film ini karena seneng denger ost nya dulu . seperti it’s happy line, Goodbye days dan skyline.

Rabu, 16 Juni 2010

EVANESCENCE LYRICS - Good Enough





EVANESCENCE LYRICS - Good Enough



Minggu, 13 Juni 2010

Selimut Debu


Judul : Selimut Debu
Category: Books
Genre: Travel
Author: Agustinus Wibowo
Penerbit : Gramedia

Hah, jalan-jalan ke Afghanistan?
Mau cari mati?
Mau belajar cara ngerakit bom?
Apa enaknya jalan-jalan di sana? please tell me why? mungkin itu yang ada di pikirannya orang awam kayak diriku inih. Tapi entah kenapa satu orang inih malah pengen tinggal dan mengenal negara tersebut. Dia terpikat sejatinya negara Afghanistan tak seperti apa yang di pikir orang kebanyakan. Dia ingin menyingkirkan selimut debu yang melingkupi Afghanistan. Yah, dia ingin berpetualang.

Agustinus tidak langsung sekonyong-konyong kok datang ke Afghanistan, yang diceritakan di buku inih banyak tentang kedatangan keduanya pada tahun 2006, dia pun terlebih menaklukan nepal, india dan pakistan. Sebagai wartawan cara berceritanya sangat memikat. Menjaga ritme dimana pembaca harus menarik napas dan meneror pembaca yang tidak menghabiskan bacaannya seperti dihantui, kalau tidak selesai berarti sama saja sedang membunuh sang tokoh.
Ketika Agustinus berada di Ghor misalnya yang kering kerontang saya ikut haus, dan langsung deh buru-buru ambil air, pengennya langsung tidur tapi terbayang Agustinus ketemu kendaraan ke Bamiyam nggak nih. Ada samovar yang menyediakan teh tidak? walhasil sayah harus menyelesaikan bacaan malam itu juga.

Sedikit demi sedikit debu yang menyelimuti Afghanistan disibak, melalui perbincangan Agustinus dengan penduduk setempat. Tentang hijab burqa warna bitu yang di pakai oleh kaum perempuan disana yang katanya sudah ada sebleum islam. ini adalah sebuat adat. tentang Taliban, Mujahidin, ladang opium dan tentang bachabazi atau hubungan sexsual antara dua pria, biasanya konotasinya adalah lelaki yang lebih tua "bermain" dengan bocah yang lebih muda.

Seperti yang di tulis dalam epilog buku ini.
Perang datang silih berganti, melumat generasi demi generasi. Ada kebanggaan dan kehormatan yang tak boleh dikorbankan sekalipun nyawa menjadi taruhan. Ada mimpi yang tergantung, juga mperjuangan melawan penindasan, berpadu dengan kemurahan hati untuk mengulurkan tangan, menawarkan hangatnya teh hijau segar, dan menyajikan roti bagi musafir malang. Tak peduli betapapun miskinnya, sekalipun dapur pun tak lagi mengepul dan minyak telah mengering, melayani tamu dan berbagi makanan adalah kebanggaan yang tak berbanding
. yah mehman navazi, keramahtamahan adalah jalan hidup.
Disertai cerita gunung yang indah, see??? aku ingin ke Afghanistan.

Di buku ini juga di selipkan beberapa foto, sedikit sih tapi kalau kurang puas liat saja di webnya . Oh ya cerita petualangan mas agus (halah, sok kenal) sering dimuat seri petualangan di kompas.com