Ngobrol bareng....

Berasal

Senin, 24 Agustus 2009

Perang Bubat : Tragedi Dibalik Kisah Cinta Gajah Mada dan Dyah Pitaloka



Penulis : Aan Merdeka Permana
Penerbit : Qonita
Cetakan : II, Juni 2009
Tebal : 336 hal.: 20,5 cm
ISBN : 978-979-3269-87-0

Pesona Putri Dyah Pitaloka tidak ada yang menandinginya, tutur katanya santun, tindak tanduknya selalu penuh keramah tamahan dan setiap tersenyum lesung pipitnya tersembul menambah apik perangainya. Sang putri adalah keturunan darah biru ayahnya seorang raja di Kawali yang bernama Prabu Lingga Buana yang disegani dengan kebijaksaan, jadi tak heran jika banyak orang yang mengidamkan hatinya. Termasuk seorang pria bermata sedikit sipit dan berhidung besar Jaya Sakhsena Rakhsi Ramadaksena atau sering dipanggil Ramada, dia hanyalah seorang pegawai bawahan yang sewaktu-watu dipanggil di keraton untuk mengukir pintu atau pun untuk menggambar.

Sang Putri bagaikan Bulan yang tak mungkin tergapai apalagi setelah sang Raja berucap bahwasaanya percakapannya antara Putri Dyah dan Ramada tentang Ikan benar adanya. “Ikan Mas adalah ikan mas dan ikan impun tetap ikan impun” Putri adalah ikan mas dan Ramada tetaplah ikan impun yang tak ada artinya. Ramada sadar diri bahwasannya kedekatannya dengan putri tidak disetujui oleh Raja, dia berkelana dan meninggalkan sunda, menuju kerajaan Wilwatikta dengan bekal semangat bahwasannya seekor ikan impun bisa berubah menjadi ikan mas kalau mau berusaha. Dia ingin dihargai bukan karena asal-usulnya tapi atas usahanya, diapun tak pernah membuka bahwa sebenarnya dia keturunan cina dan banten dahulu dia bernama Ma Hong Foe.

Setiap perjalanan yang dia tempuh, Ramada bertemu dengan guru-guru yang hebat dari yang mengajarkan kenegaraan sampai bagaimana menggunakan taktik perang yang jitu. Dia terus berkembang hingga sampai suatu saat sang ikan impun diangkat menjadi Basendewa bagi kerajaan sunda atau bagi kerajaan Majapahit dialah sang Mahapatih Gajah Mada yang memiliki Amukti Palapa yang direstui dewa-dewi dengan serbuan kilat dan gelegar semesta “Aku tidak akan menikmati kehidupan duniawi sebelum Nusantara bersatu di bawah panji Majapahit” sang Mahapatih terus menjadi kuat di segani oleh berbagai Negara bahkan oleh rajanya sendiri Hayam Wuruk.

Banyak penghargaan yang disematkan untuknya tapi apalah daya jika seorang yang dicintainya harus rela dinikahi oleh Hayam Wuruk bukankah dia harus tetap melaksakan tugas Negara meski apapun yang terjadi. Dan itu sama saja seperti mengkhiyanati Amukti Palapanya sendiri, ambisinya untuk menyatukan nusantara tak akan pernah terjadi karena sunda akan menjadi besan majapahit berarti sunda sederajat dengan majapahit. Dan entah kenapa kejadian Perang Bubat bisa terjadi? Dan kemanakah lenyapnya Putri Dyah Pitaloka?.

Aan Merdeka Permana telah lama bergelut dengan dunia kesundaan jadi tak heran mungkin kalau di novel yang setebal 336 halaman ini menurutku banyak menitik beratkan di wilayah sundanya. Penelitiannya yang lama tentang Perang Bubat sungguh terasa nikmat karena dibalut dengan bahasa fiksi. Dia juga sudah menegaskan dalam kata pengantarnya “pembaca harus ingat : ini bukan novel sejarah!”.

Serunya novel ini karena banyak di temui tempat-tempat ataupun alat-alat yang bernama asli Indonesia, misalnya untuk nama keratin Keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati dan banyak nama-nama tokoh yang keren abis jadi terinspirasi untuk referensi nama anak *waaaw*. Ada Nyi Gianti, Kakang Rakean Rangga, Ki Mantri Supit Kelilingking dan masih banyak lagi.

Quotes:
“Engkau benar, seorang pengurus kuda tak layak disebut berjasa hanya lantaran bisa mengurus kuda dan membersihkan istal, sebab dia dibayar untuk itu. Lalu seorang mahapatih pun tak perlu menepuk dada memiliki jasa besar sebab dia pun dibayar untuk itu,” kata mahapatih Mada. Mengapa mesti disebut jasa untuk sebuah kewajiban.”

“ini kenyataan. Cintamu yang membabi buta itu sebenarnya hanya cinta lahiriah, hanya berupa nafsu hati yang serakah. Yang hanya menginginkan seseorang tunduk terhadap kemauan kita. Cinta yang murni adalah membebaskan hati orang yang kita cintai dan bukan sebaliknya mengurungnya dalam kerangkeng ketidakbebasan atas nama kesetian,” Ki Mantri supit Kelilingking.

Kamis, 20 Agustus 2009

Negeri 5 Menara (Man Jadda Wajada)


Judul : Negeri Lima Menara

Penulis : A. Fuadi

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : Juli 2009

Tebal : 416 hal

ISBN : 978-979-22-4861-6

Harga : 50.000 ,_

Man Jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil. Pepatah dari Arab itu masuk mengaliri jiwa Alif, mengendap di dalamnnya dan berhasil menjadi pedongkrak kebimbangan dari keputusan yang Ia ambil. Pergi dari kampung halaman yang permai di danau maninjau yang biru lantas sekarang berkelana di desa yang jauh di Jawa Timur. Itu berarti mengamini perintah Amaknya yang menginginkan anaknya seperti Buya Hamka padahal Alif sendiri ingin seperti Pak Habibie. Perasaan yang setengah hati itu sekarang merembes hilang di bawa mantra sakti mandraguna, Man jadda wajada. Yang di ucapkan oleh kyai Rois saat pembukaan santri baru.

Di Pondok Madani (PM) Alif harus berjuang melawan segala rintangan, dari jajaran keamanan pondok disana bersamayan Tyson yang siap dengan sepeda hitamnnya menjarah para warga PM yang tidak berlaku disiplin yang artinya telah melanggar qanun yang telah ditetapkan dan tak pernah tertulis tersebut karena aturan di PM harus terukir di dalam ingatan semua santri. Dan saat saat itulah Tyson dengan tidak sengaja telah menyatukan meraka di dalam hukuman jewer berantai. Dialah para terdakwa Alif dari Minang, Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Menjadi para Sohibul Menara.

Para Sohibul Menara yang dalam bahasa Indonesianya bararti pemilik menara, sebelum adzan maghrib mereka selalu berkumpul di bawah menara sambil ngobrol ngalor ngidul dan ketika menatap awan mereka mempermasalahkan bentuk awan itu seperti yang ada dalam imajinasi masing-masing, ada yang mirip dengan Benua Eropa, Amerika, Afrika bahkah ada yang tetep mengatakan itulah Indonesia. Dan mereka berharap mendarat di negeri-negeri apa yang telah di imajikan dalam bentuk awan tersebut.

Novel ini, di persembahkan dari hati mungkin, karena sumpah kata-katanya menggedor-gedor jiwa yang sedang resah, atau bagi yang telah merasa capek bahwasannya usahanya telah sepersekian banyaknya tapi belum terjangkau juga. Mimpi-mimpi yang mungkin sudah lama mengantung di angkasa sana ketika tinggal sedikit lagi mendekat di jatuhkan oleh suatu hal, rencana yang tersusun rapih malahan harus rela di rebut orang lain. Mungkin kini saatnya kita harus mengenal kembali konsep keikhlasan, pengabdian tiada batas. Kepada guru-guru kita yang telah rela merentas jalan untuk menunjukan yang baik. Kepada pengurus yang dengan ikhlasnya mengabdikan dirinya untuk mengurus santri yang datang dari berbagai latar belakang.

Karena saya sempat menjadi seorang santri membaca buku ini tidak susah untuk membayangkannya, gimana riuhnya antri dikamar mandi, berebutnya saat melihat pengumuman, atau gimana perasaannya saat-saat penantian wesel dari orang tua ketika sedang muflis benar. Teman disini sudah seperti bayangan saja dimana-mana menemukan dia. Tapi disini lebih parah lagi kalau bayangan kan di tempat yang gelap tak terlihat nah ini kawan di gelapnya kamar masih selalu saja ada dia. Nah, dengan selalu adanya teman disamping kita kadang persaingan begitu terlihatnya apalagi saat-saat mau ulangan. Duh Rabbi setiap mata memandang yang terlihat adalah hawa pelajaran.

Biasanya kalau mau masuk kelas tak ada tuh yang rela masih membawa buku kemana-mana, di bawah pohon kelengkeng, pohon mangga, dipinggir tangga, di depan wc sampai suasana di pinggir jemuran adalah aura ujian.

Tapi kadang juga kenapa hasilnya beda yah, tidur di tempat yang sama, makan dengan lauk yang sama, minum dari sumber yang sama pula tapi koq hasilnya beda yah?? Dia bisa sambil menghapal Al qur’an di sela sibuknya rutinitas, dia bisa mendapatkan nilai sepuluh saya cuma enam, dan kenapa pula dia tidak ngantuk waktu mujahadah ataupun saat tahajud. Dan di novel ini di kuaklah segala rahasia.

“Iya, rugi kalau harus stres, mending kita bekerja keras. Wali kelasku pernah memberi motivasi yang sangat mengena di hati. Katanya kalau ingin sukses dan berprestasi dalam bidang apapun. maka lakukanlah dengan prinsip “saajtahidu fauqa mustawa al-akhyar”. Bahwa aku akan berjuang diatas rata-rata yang dilakukan orang lain. Fahimta. Ngerti kan?”

“Lihatlah, berapa perbedaan antara juara satu lari 100 meter dunia? Cuma 0, 00 sekian detik dibanding saingannya. Berapa beda jarak juara renang dengan saingannnya? Mungkin hanya satu ruas jari! Untuk juara hanya butuh sedikit lebih baik dari orang kebanyakan! Sudah lebih terasa kekuatannya?” halaman 383.

Novel kesatu karena akan ada triloginya, setebal itu dengan cepat saja saya lahap, mungkin karena bercerita yang tak jauh dari saya kah? Atau mungkin bahasanya asyik karena di tulis oleh seorang mantan wartawan Tempo dan VOA? Ahmad Fuadi seorang alumni dari ponpes Gontor ini telah berhasil merebut hatiku. Meski ceritanya menurutku rada mirip, rada lho nuansanya saja ahhh bukan-bukan spirit saja dengan kisah Laskar Pelangi entahlah tapi yang kutahu bahwa persahaban, keikhlasan dan perjuangan itu tidak hanya terselip di tanah Belitong. Tapi juga berada di seluruh penjuru negri ini. Hebat sekali negeri ini kalau semua manusianya memiliki jiwa yang besar. Bukan skeptis untuk memandang sesuatu hal karena tak ada hal yang tak bisa dicapai manusia didalam hidupnya. Man Jadda wajada.

Kamis, 06 Agustus 2009

Kebahagian Semu dari TKW

“Hidup memang harus diperjuangkan Dek, apapun itu akan kulakukan untuk kebahagian bersama” Itu yang dikatakan temanku saat kutayakan “Kenapa harus menjadi TKW ???” sudah dua tahun dia menjadi buruh kasar di negri jiran, dia cerita majikannya baik bahkan sering memberikan bonus untuknya, sambil membeberkan ceritanya dia membagi-bagikan oleh-oleh dari kerjaanya katanya tas hitam ini dari anak majikannya.”Baguskan kayak punya artis-artis itu Dek” selorohnya sambil menebar senyum pada semua orang yang hadir di ruang tengah rumahnya. Tangannya menunjuk TV layar datar dihadapan kami lengan bajunya terangkat dan tersembullah gelang berkilauan dari tangannya yang hitam manis.

Di Indramayu memang banyak yang memutuskan untuk menjadi TKW bahkan mungkin menjadi yang terbanyak dari jawa barat. Dari pada melanjutkan sekolah apalagi masuk dunia perkuliahan mendingan menjadi TKW. Alasannya TIDAK ADA BIAYA, alasan yang klise tapi begitulah keadaanya. Rumah-rumah disekitar rumahku sudah banyak bergaya perumahan. rumah orang tuanya yang beralaskan tanah dipugar menjadi marmer, tidak cukup dengan antena, parabola merentang diatas rumah yang dulu dinaungi pohon jambu merah, adiknya menenteng HP keluaran baru, dan yang menakjubkan lagi motornya berjejer dihalaman. Inikah hidup yang mereka inginkan? Beginikah kebahagian itu? Harus menempuh jarak jauh memisahkan diri dari orang yang terkasih.

Mungkin itu cerita dari TKW yang sukses, bagaimana dengan cerita Siti Hajar yang wajahnya disetrika, tubuhnya babak belur, jarinya melepuh. Oh begitu sakit rasanya mendengar saudara kita yang disebut sebagai pahlawan devisa harus menerima perlakuan biadab seperti itu. Rasanya perutku mual mendengar berita ada TKW yang terjun dari lantai berapa karena tak tahan disiksa oleh majikannnya, atau pulang-pulang dibuntingi majikannya. Kadang aku juga ingin menampar suami yang berselingkuh di balik istrinya yang berjuang keras di negri orang, uang kirimannya dihamburkan di meja judi, anaknya ditelantarkan kadang harus diasuh oleh neneknya yang renta mengangakat gelas teh saja gemetar apalgi harus mengurus cucunya yang masih perlu perhatian dari ibunya.

Dan tadi sore aku liat di SCTV bahwasannya banyak saudara kita yang sedang mengadu nasib di Arab Saudi harus rela tidur dibawah kolong jembatan. Ada yang karena sudah tak akui oleh majikannya lagi, dan belum ada orang dari kedubes memeriksanya padahal mereka sangat butuh pertolongan. Para TKW berharap dideportasi oleh Negara bersangkutan supaya gratis pulang. Duh saudaraku yang katanya engkau telah menyumbang 90 milyar dan itu sama saja dengan 10% pendapatan APBN kita harus menerima segala perlakukan yang menyakitkan.

Mereka pergi dengan harapan bahwasannya sepulangnya dari perantauan akan mendapatkan hidupnya telah berganti. Tapi banyak dari mereka yang belum sampai tujuan sajadihadang dengan birokrasi yang aneh, harus bayar dengan sejumlah uang besar dijanjikan langsung cepat berangkat nyatanya mereka malah dikirim untuk diperjual belikan (traffiking). Ada banyak PT yang illegal yang nggak jelas juntrungannya lantas para TKW dijerumuskan menjadi pendatang illegal, terpaksa bersembunyi dari petugas imigrasi. Ya Robbi selamatkan mereka.

Kadang aku bertanya dimana pemerintah itu? dimana janji mereka itu? Yang aku tahu andaikan lapangan pekerjaan banyak tersedia mungkin masyarakat kita tak perlu mengais dinegara orang lain.

August Rush (Music Is Everywhere)

August Rush

The Music Is Everywhere. All You Have To Do Listen.

Evan Taylor (Freddie Highmore) percaya bahwasannya orang tuanya masih hidup dan mereka memberi sinyal keberadaannya lewat musik. Musik yang Evan dengar bisa dari apapun, cahaya, angin ataupun udara semuanya mengantarkan musik untuk Evan. Sampai teman-temannyapun menganggap dia aneh. Dia tinggal bersama anak panti asuhan khusus cowok. Suatu hari dia pergi ke New York untuk mencari kedua orang tuanya dengan menumpang mobil pengangkut makanan. Sampai di taman kota dia bertemu dengan Arthur yang sedang bermain musik demi sejumlah uang yang dilempar oleh para pejalan kaki. Evan sangat takjub melihat Arthur memainkan gitar sambil bersenandung, dia terus mengikuti kemanapun Arthur pergi, sampai Arthur pun nyerah dan mengajaknya tinggal bersama.

Cerita bergulir mundur saat orang tua Evan bertemu disuatu pesta perayaan, Lyla Novacek (Keri Russell) adalah pemain cello terbaik lulusan dari Julliard School sangat jenuh melewati pesta di dalam dia keluar dan bertemu dengan Louis Connely (Jonathan Ryhs Mayer) seorang leader di group rock band dia memegang gitar sekaligus menjadi vokalis. Mereka berdua melewati malam romantis bersama di atas gedung. Tetapi mereka tak pernah bertemu kembali, meski Lyla mengandung janin dari Louis. Ayah Lyla tidak memperbolehkan anknya bertemu dia berharap Lyla hanya konsen dengan karirnya menjadi cellist. Percakapan antara Lyla dan ayahnya membuat Lyla marah dan berlari keluar dari restoran tempat mereka makan dan tertabrak mobil.

Lyla tak tahu apa yang terjadi selanjutnya yang dia dengar bahwasannya seorang suster mengatakan janinnya dalam keadaan kritis, sesaat dia sudah siuman ayahnya mengatakan anaknya meninggal padahal saat itu ayahnya sedang mengirim cucunya untuk diadopsi. Cerita kembali dimana Evan sangat mencintai gitar, dia memainkan gitar dengan gaya yang berbeda dan membuat seisi ruangan dimana Evan sekarang tinggal terkesima. Wizard (Robbin William) seorang pemimpin yang merekrut anak-anak jalanan untuk mengamen mengajaknya main ditaman kota dan musik yang mengalun dari petikan tangannya disambut meriah oleh para pejalan kaki, uang yang terkumpul sangat banyak. Wizard sangat bangga dengan Evan lantas dia menganti namanya dengan Augush Rush terilhami dari mobil yang melintas.

Suatu malam tempat persembunyian Wizard terendus polisi, semua pengguhuni berlarian sembunyi. Evan berlari didalam geraja di sana dia menemukan sekumpulan orang sedang latihan bernyanyi, lagi-lagi dia nyaman sekali setiap ada alunan musik yang syahdu. Dia berkawan dengan anak kecil yang tinggal di Gereja dan meminjam pianonya, Evan sangat antusias sekali melihat not-not balok berjejer rapi di papan piano, dia mencoba memencet setiap tuts lewat suara hentakan orang yang sedang bermain basket diluar. Dan ciptakannya harmony musik yang musik yang indah.

Musik memang telah menjadi bahasa komunikasi yang bisa dipahami oleh semua kalangan, apalagi musik yang datang dari hati. Dalam film August Rush sountarck yang bertaburan sangat indah dengan ‘someday’ nya milik John Legend dan Kaki King juga berperan seorang gitaris amerika yang TOP banget dan ost nya juga menjadi nomine di Academi Award For Original Song, lakon Evan yang disematkan pada Freddie juga cocok sekali bermata biru like a his father. Freddie pernah main Charlie and the Chocolate Factory dan Sparder wick. Dia memiliki wajah yang smart meski dia tidak ahli dalam memainkan gitar dia bisa berakting layaknya seorang pemain besar. Robbin William yang biasa menjadi pemain komedi juga sangat pas suaranya dan karakternya bisa berubah.

Film garapan Kirsten Sheridan ini telah menyentuh hatiku lewat cara yang berbeda, lewat getaran harmoninya musik yang mengalun, lewat gesekan cello yang indah.